KEDIRI - Kasus penganiayaan yang menimpa korban santri berinisial BBM (14) asal Banyuwangi hingga meninggal dunia. Polres Kediri Kota bersama dinas terkait dan disaksikan penasehat hukum Ferry Achmad, S.H. dari terduga inisial AF (16) asal Denpasar Bali, yang tak lain merupakan sepupu korban, Kamis (29/2/2024).
Prosesi rekonstruksi dilakukan secara tertutup berlangsung di Gedung Rupatama Wicaksana Laghawa Mako Polres Kediri Kota Jalan KDP Slamet Mojoroto Kota Kediri, Jawa Timur,
Para media hanya bisa melakukan peliputan dari luar ruang rupatama, tampak dari kejauhan, keempat tersangka, memperagakan sejumlah adegan saat keempat tersangka, yang diduga melakukan penganiayaan pada korban inisial BBM (14) asal Banyuwangi.
Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji usai rekontruksi mengatakan, hari ini Polres Kediri Kota bersama rekan Jaksa dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri melaksanakan rekonstruksi atas tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama dan berulang-ulang yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
"Dalam rekontruksi kali ini hadir juga penyidik Unit PPA Satreskrim, pendamping dari Bapas dan pendampingan hukum dari terduga inisial AF (16) asal Bali, " ucapnya.
Lanjut AKBP Bramastyo dalam prosesi rekontruksi dilakukan sebanyak 55 adegan. Dengan rincian rekontruksi di TKP pertama pada tanggal 18 Februari ada 3 adegan, tanggal 21 Februari TKP kedua 12 adegan dan TKP ketiga tanggal 22 sampai 23 Februari dini hari ada 40 adegan.
Tujuan rekontruksi ini untuk membuat terang suatu tindak pidana, supaya ada kesesuaian antara keterangan tersangka dan saksi.
"Jadi sampai saat ini semuanya masih sesuai dengan apa yang apa dituangkan dalam berita acara Pemeriksaan atau BAP, " ucapnya.
Masih kata Kapolres, empat tersangka NN (18) asal Sidoarjo, MA (18) warga Kabupaten Nganjuk, AF (16) warga Denpasar Bali, dan AK (17) warga Surabaya memperagakan 55 adegan kekerasan terhadap korban, pada tiga waktu dan tiga tempat.
Dalam rekonstruksi tersebut, imbuh Kapolres, semua tersangka memiliki peran masing-masing dalam pengeroyokan hingga menyebabkan kematian korban.
"Keterangannya menggunakan tangan kosong. Hal ini juga sesuai keterangan yang kita terima dari dokter yang memeriksa luka korban, " ujarnya.
AKBP Bramastyo menambahkan, berdasarkan pemeriksaan dokter luka korban paling banyak di bagian tubuh separuh ke atas.
"Sementara motif pengeroyokan ini karena salah paham dan rasa kesal antara senior dan yunior dalam lingkup asrama di ponpes, " ungkapnya.
Sementara, Verry Achmad, S.H., selaku Penasehat Hukum dari terduga AF asal Denpasar Bali kepada media menyampaikan, korban BBM ini dengan terduga AF hubungan keluarga sangat dekat dan harmonis.
"Jadi kalau di luaran ada berita terkait melakukan uang palak itu tidak ada. Yang ada memang pernah pinjam uang Rp 50 ribu pernah terjadi. Dan, mereka punya rekeningnya sendiri-sendiri, " ucap Verry.
Ditanya apa yang menjadi penyebab atas 4 pelaku melakukan penganiayaan. Verry menjelaskan, kesalahpahaman artinya di pondok itu saling mengingatkan agar melakukan sebuah kewajiban-kewajiban yang menjadi aturan pondok.
"Ketika diingatkan sampai korban dipukul misalkan, tapi tidak ada rasa sakit dan berontak. Ini kemudian dianggap kayak disadarkan bagaimana cara untuk menyadarkan. Namun, akan kita lihat di proses hukumnya, " terang Verry.
Verry juga meminta kepada Polres ingin menyampaikan mengarah ke Restorative Justice agar masuk di wilayah hukum untuk anak-anak.
"Prosesi rekontruksi sendiri ada 28 adegan itu, tidak ada satupun, sebagaimana opini di luar tentang sundutan rokok, karena tidak ada sama sekali, ” tegas Very Achmad.
Verry berharap kejadian ini tidak akan terulang kembali khusunya di lingkungan pondok pesantren. Dan, nantinya dengan kejadian ini para pengasuh pondok bisa melakukan pengawasan lebih ketat lagi.
Atas nama kuasa PPTQ Al-Hanifiyyah, Very menyampaikan turut berduka cita, bersedih dan prihatin dengan kejadian ini. Pihaknya juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban.
“Jangan sampai keluarga ini pecah karena kesalahpahaman. Bahwa mereka ini adalah satu keluarga yang harmonis. Antara korban dan tersangka, ” harap Verry.